Kamis, 26 Juni 2014

KESEHATAN REPRODUKSI; Mari bicarakan kesehatan reproduksi sejak dini untuk keluarga yang lebih sehat

Seringkali ketika kita membahas tentang kesehatan reproduksi, yang terbayang dibenak kita (maaf) alat reproduksi. Umumnya orang awam menghindari pembicaraan tersebut, karena seolah-olah yang dibahas adalah sesuatu yang tabu, porno, dan tidak etis. Padahal berbicara tentang kesehatan reproduksi kita akan berbicara regenerasi dan keselamatan manusia khususnya ibu dan anak. Kesehatan adalah sesuatu yang mahal dan bila tidak diurus secara baik, maka akan memberi dampak buruk bahkan kematian yang tak terduga.

Dalam pembahasan ini, saya ingin berbagi pengalaman tentang kesehatan reproduksi dari apa yang saya alami, apa yang saya diskusikan, apa yang saya lihat dari berbagai orang, berbagai karakter, berbagai budaya, dengan berbagai latar belakang.
Saat usia anak pertama saya 11 bulan, saya telah hamil anak ke 2 dan jarak kelahiran kedua anak saya adalah 19 bulan. Saya adalah seorang ibu rumah tangga yang juga bekerja, karena pertimbangan kesibukan bekerja dan jarak anak yang sangat rapat dan keduanya masih balita, saya dan suami sepakat untuk menggunakan alat kontrasepsi. Pilihan yang saya gunakan adalah suntikan 1 bulan. KB Suntik 1 Bulan, adalah jenis Suntikan KB yang diberikan 1 bulan sekali. Dengan pemberian suntikan pertama sama dengan suntik 3 bulan, yaitu setelah 7 hari pertama periode menstruasi, atau 6 minggu setelah melahirkan. Alat kontrasepsi ini mengandung kombinasi hormon Medroxyprogesterone Acetate (hormon progestin) dan Estradiol Cypionate (hormon estrogen). Kelebihan KB suntikan; (i) metode kontrasepsi hormonal efektif mencegah kehamilan hingga 99%. (ii) Memberikan kenyamanan kepada pasangan suami istri, karena dengan satu kali suntikan anda tidak perlu memikirkan kontrasepsi selama 1 sampai 3 bulan (iii) Anda dan pasangan bisa lebih spontan dalam berhubungan intim tanpa harus khawatir menjadi hamil. (iv) Kehamilan bisa anda dapatkan kembali, setelah menghentikan penggunaan KB Suntik, (v) Metode KB Suntik dapat digunakan oleh ibu menyusui, dengan catatan suntikan pertama diberikan 6 minggu setelah persalinan, (vi) Menurunkan resiko kanker rahim dan memberikan perlindungan terhadap infeksi panggul.

Selain kelebihan KB suntik juga memiliki kekurangan atau efek samping;
1. Siklus haid menjadi tidak teratur berkepanjangan, atau bahkan anda tidak mengalami haid sama sekali, selama beberapa bulan pertama saat pemakaian atau berhenti melakukan KB suntik,
2. Beberapa ibu yang menggunakan metode KB suntik 3 bulan mengalami penambahan berat badan,
3. Ibu mengalami jerawat, sakit kepala, nyeri payudara, perubahan suasana hati, dan perut kembung,
4. Pada beberapa kasus, kesuburan wanita baru pulih setelah beberapa bulan menghentikan penggunaan KB suntik,
5. Penggunaan KB suntik 3 bulan memicu terjadinya osteoporosis.
Ibu hamil dengan anak balita

Suntikan 1 bulan saya jalani selama 2 tahun, saya memutuskan untuk berhenti menggunakan suntikan karena dalam 2 bulan terkahir sebelum saya menghentikan suntikan saya mengalami haid yang tidak biasa. Siklus haid saya sebelumnya 1 kali sebulan dengan durasi 7-8 hari namun 2 bulan terakhir sebelum saya menghentikan suntikan saya haid 2 kali dalam sebulan. Sontak saya panic, sebab ini tidak seperti biasanya apalagi jumlahnya demikian banyak. Saya kemudian periksa kesehatan ke dokter ahli kandungan. Keputusan say untuk cepat ke dokter ahli kandungan sangatlah tepat karena saya mendapatkan jawaban atas kekhawatiran saya dengan siklus dan jumlah haid yang berubah. Ternyata saya mengalami kista 2 buah dengan ukuran 2 mm, syukurnya saya mengetahui ini lebih cepat sehingga bisa ditangani dengan cepat dan tepat. Dokter memberikan obat untuk ‘menghentikan’ haid sementara sebab menurut dokter kista hidup dari darah haid sehingga dengan menghentikan darah haid diharapkan kista bisa ikut luruh bersama darah haid bulan berikutnya. Setelah satu bulan tidak mengalami haid pada bulan berikutnya saat haid saya kembali periksa ke dokter untuk memastikan apakah kista masih ada. Alhamdulillah kista ikut luruh bersama darah haid dan dokter menyatakan bahwa kista sudah tidak ada. Betapa saya sangat bahagia mendengar semua ini. Alhamdulillah, Alhamdulillah.

Pengalaman lain yang ingin saya share adalah teman sekantor saya yang juga menggunakan alat kontrasepsi untuk mengatur jarak kehamilan. Setelah melahirkan anak ke 2 ia memutuskan untuk menggunakan alat kontrasepsi. Alat kontrasepsi yang dipilih adalah IUD atau dimasyarakat dikenal dengan sebutan spiral. Kelebihan IUD yaitu :
1. Tingkat efektifitas mencapai 0,6 – 0,8 kehamilan per 100 wanita yang menggunakannya. Atau dengan kata lain 1 kegagalan pada 125 – 170 pengguna,
2. Langsung Efektif begitu terpasang di rahim,
3. Anda hanya perlu melakukan pengecekan satu tahun sekali ke dokter yang memasang IUD.
4. Tidak menimbulkan efek samping hormonal seperti pada alat kontrasepsi hormonal yang lain,
5. Dianjurkan untuk ibu menyusui karena tidak akan mempengaruhi volume dan kualitas ASI,
6. Apabila tidak terjadi infeksi bisa dipasang setelah melahirkan,
7. Dapat digunakan setelah 1 tahun atau lebih masa haid terakhir (masa menopause)
8. Membantu mencegah kehamilan di luar kandungan.
9. Dapat dipasang kapan saja, tidak perlu pada saat masa haid saja asal anda tidak sedang hamil atau diperkirakan hamil.

Selain keuntungan tersebut diatas, IUD atau spiral memberikan kerugian atau efek samping dari, yang diantaranya adalah:
* Memerlukan prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik sebelum dipasang Alat Kontrasepsi Intrauterine Device IUD, dan pemasangan harus oleh petugas terlatih (bidan atau dokter),
* Bagian organ reproduksi wanita mungkin akan terasa sakit dan kejang selama 3 - 5 hari setelah pemasangan IUD,
* Terjadi perubahan siklus haid pada 3 bulan pertama, setelah pemasangan,
* Terjadi pendarahan diantara masa menstruasi, hal ini dikarenakan Alat IUD mengenai dinding rahim dan menimbulkan luka,
* Darah Haid biasanya akan lebih lama dan lebih banyak. Dan apabila pendarahan haid sangat banyak dapat menyebabkan anemia
* Terjadi Keluhan pada suami saat berhubungan badan, karena pemasangan benang IUD terlalu panjang. Hal ini bisa diatasi dengan memotong benang lebih pendek atau melipatnya ke dalam rahim yang dilakukan oleh bidan atau dokter spesialis kandungan,
* Apabila pemasangan IUD tidak benar, menyebabkan perforasi pada dinding uterus,
* Tidak dapat mencegah infeksi penyakit menular seksual, sehingga tidak disarankan untuk perempuan yang sering berganti pasangan. Infeksi ini akan memicu terjadinya penyakit radang panggul.
* 1 dari 1000 wanita, mengalami terlepasnya IUD.
* IUD hanya mencegah kehamilan normal dan tidak dapat mencegah kehamilan ektopik atau kehamilan di luar kandungan.
* Wanita yang menggunakan IUD sebagai KB harus memeriksa posisi benang dari waktu ke waktu. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan jari ke dalam vagina.

Seperti saya, teman ini juga mengalami dampak buruk akibat menggunakan alat kontrasepsi yang dipilihnya. IUD dipakai selama 5 tahun, diawal pemasangan ia mengalami keram dipanggul selanjutnya 3 tahun setelah menggunakan IUD dia merasakan sakit didaerah rahim dan saat berkonsultasi dokter mengatakan terjadi peradangan. Namun karena belum siap melahirkan kembali ia memilih untuk terus menggunakan IUD. Setelah 5 tahun pemakaian ia merasakan kejanggalan pada daerah vagina dan rahim serta rasa keram dan sakit disekitar panggul semakin menjadi apalagi saat haid. Ia lalu memeriksakan kembali kondisi rahim dan IUD, betapa kagetnya ia setelah mengetahui bahwa dia telah mengalami mioma dengan ukuran 2cm. tidak sampai disitu, mioma itu sering kali meradang dan menyebabkan gangguan dileher rahim, setiap berhubungan dengan suami ia mengalami kesakitan dan perdarahan. Dokter kandungan menyarankan untuk operasi tetapi dia tidak bersedia dan memilih untuk rawat jalan sambil mencari alternative pengobatan lainnya. Setelah hamper setahun konsultasi, kondisinya belum berubah, dan masih baik karena mioma yang ada tidak bertambah besar.

Anak Sehat dan Sholeh dambaan orangtua
Lain lagi kisah seorang ibu yang saya temui saat bersama-sama menunggu antrian didokter kandungan. Ibu ini menceritakan pengalamannya memilih menggunakan alat kontrasepsi IUD. Anaknya 8 orang, dan saat ini usianya baru 44 tahun. Ia menikah saat masih berusia 20 tahun, anak pertamanya sudah menikah dan punya anak, jadi di usia 44 tahun ibu ini sudah punya cucu. Ia menggunakan IUD sudah 5 tahun sejak melahirkan anaknya saat berusia 39 tahun. Selama menggunakan alat kontrasepsi ia mengalami siklus haid yang tidak teratur, kadang kala tidak haid selama 3 bulan namun saat haid periodenya bisa sampai 20 hari dengan jumlah darah haid yang sangat banyak. Ia sempat meminta kepada dokter untuk melepaskan IUD yang digunakan tapi dokter mengatakan kalau alat itu dilepas, ia masih akan melahirkan anak minimal 3 anak. Ibu ini kaget sebab ia beranggapan bahwa usianya sudah tidak muda lagi dan ia sudah hamper menopause, namun ternyata ia masih bisa melahirkan. Ia tidak ingin lagi punya anak sebab dengan anak 8 orang yang saat ini masih sekolah mulai dari TK sampai perguruan tinggi, rasanya ia tak sanggup lagi. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menentukan pilihan lain, dia hanya terus menggunakan alat IUD. Ia sempat menyuruh suaminya untuk menikah lagi, namun suaminya menolak dan suaminya juga tidak bersedia untuk menggunakan alat kontrasepsi untuk pria. Inilah hal yang membuat ibu ini bersedih.

Berangkat dari cerita pengalaman saya dan perempuan-perempuan lain yang menggunakan alat kontrasepsi dengan risiko yang dialami beberapa hal perlu dibicarakan bersama suami, untuk merencanakan kehamilan ;

a. Masalah kehamilan harus direncanakan bersama, baik jumlah anak yang diinginkan, jarak kelahiran anak, merawat ibu dan bayi dan balita, risiko yang mungkin timbul serta partisipasi suami dan istri. Tentang jumlah anak dan biaya hidup yang realistis, sebagian orang yang percaya kepada Allah SWT, kita percaya bahwa semua Allah yang berikan, namun kita sebagai manusia diberikan kewenangan untuk menrencanakan dan berikhtiar (usaha) untuk mendapatkannya. Jumlah anak yang diinginkan serta rencana pembiayaannya harus direncanakan dan dilakukan bersama antara suami dan istri dengan peran yang adil dan proporsional. Sebab seringkali suami ketika istri hamil, seolah-olah tidak ada yang berubah dan istri masih dibebankan dengan semua rutinitas rumah tangga yang banyak bahkan untuk perempuan yang bekerja diluar sekalipun masih harus mengerjakan sebagian besar pekerjaan rumah tangga. Dialog yang dibangun dan hasilnya dilaksanakan bersama antara suami dan istri akan memberikan tanggung jawab yang seimbang. Istri dan bayi dirahimnya akan tumbuh sehat dan tidak tertekan secara psikologis. Suami harus memahami bahwa kehamilan memiliki risiko yang besar buat ibu dan bayinya jika tidak dirawat dengan baik.

b. Pilihan mengatur jarak kehamilan dan kelahiran dengan alat kontrasepsi harus dibahas bersama dan masing-masing berperan aktiv. Jika istri tidak cocok menggunakan alat kontrasepsi yang ada, suami hendaknya mengambil peran untuk menggunakan alat kotrasepsi untuk suami. Sehingga istri bisa tetap bekerja merawat anak tanpa harus terganggu kesehatannnya akibat dari alat kontrasepsi yang digunakan.

c. Banyaknya suami-istri yang kurang memahami kesehatan reproduksi menjadikan tanggung jawab terhadap hal ini masih rendah. Seolah-olah urusan alat reproduksi, kehamilan, mennggunakan alat kontrasepsi, meawat bayi hanyalah urusan perempuan (istri), padahal ini adalah tanggung jawab bersama. Olehnya itu pembicaraan tentang kesehatan reproduksi sebaiknya menjadi pembicaraan yang tidak lagi dianggap tabu, dan harus didialogkan secara terbuka. Bahkan kepada anak-anak sejak dini harus diberikan pendidikan kesehatan reproduksi, tentu informasi kesehatan reproduksi yang diberikan sesuai dengan usia anak tersebut.