Senin, 05 Maret 2018

Kajian Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna untuk Pengembangan Produk Unggulan Desa

Pengantar

Lahirnya Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 memberikan runag yang cukup besar bagi desa untuk mengembangkan potensi desa menjadi produk unggulan yang bernilai dan mampu meningkatkan pendapatan asli desa dan bermuara pada penciptaan lapangan kerja serta peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.

Potensi Desa yang beragam sebagai anugerah dari Allah SWT begitu banyak, namun kadangkala pemerintah dan masyarakat desa, belum mampu mengolah dan menjadikannya sebagai sumber pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kajian Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna untuk pengembangan Produk Unggulan Lokal

Adalah proses pengkajian dan pemetaan potensi unggulan desa untuk mengidentifikasi dan 'membaca peluang" pengembangannya dengan memanfaatkan Teknologi Tepat Guna (TTG), menilik sejarah kejayaan produk unggulan desa dari sektor perikanan, perhutanan, pertanian, dan potensi lainnya.

Kajian ini didesain secara partisipatif dengan pelibatan stakeholders didesa; tokoh masyarakat, tokoh adat/budaya, kelompok perempuan, petani, nelayan, pemuda, kelompok usaha desa, warga miskin dan kelompok kepentingan lainnya.

Piranti kaji yang digunakan, didesain dan dikembangkan dari metode Participatory Rural Appraisal (PRA) dengan penyesuaian dan penajaman isu dan pertanyaan kunci tentang potensi/produk unggulan lokal, pemanfaatan TTG dengan permasalahan dan tantangannya.
Piranti kaji ini mudah dipraktikkan dan disertai dengan sistematika penulisan dan analisis laporan hasil kajian. Analisis laporan menggunakan analisis SWOT, analisis sosial/ANSOS, analisis/review kebijakan, serta perumusan rekomendasi yang merunut dari data dan informasi primer, sekunder serta hasil analisis.

Untuk memahami piranti/alat kaji ini, kami menyediakan pelatihan dan asistensi kepada pihak pemerintahan desa, warga desa, pendamping desa, pendamping lokal desa dan mempraktikkannya didesa yang bersedia.

Informasi Lebih Lanjut/Kontak

Untuk mendapatkan piranti/alat kaji ini, silahkan menghubungi kami melalui email : zaman.magelo@gmail.com dan kontak HP/WA: 08114039155

Senin, 02 Oktober 2017

Anggaran Untuk Siapa?



Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menjelaskan bahwa dalam rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk pemerintahan negara yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang. Pembentukan pemerintahan negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara.
Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. (pasal 3 ayat 1 UU 17/2003). Untuk pengelola keuangan Negara maka anggaran didistribusi ke daerah, oleh presiden memberi mandat kepada daerah melalui Gubernur, Bupati dan (yang terbaru) Kepala Desa.  Tujuan Desentralisasi Fiskal adalah (1) Memberi kesempatan  dan mandat kepada daerah untuk memutuskan pembiayaan urusan di daerah berdasarkan kebutuhan di daerah, (2) Membuka peluang partisipasi dan transparansi kepada warga, (3) Menjamin akuntabilitas kepada warga: anggaran berorientasi kinerja.

 Ada 5 Pertanyaan kunci Tentang Anggaran; (1) Siapa yang menjadi pemilik anggaran?, (2) Siapa yang menjadi pengelola anggaran?, (3) Siapa yang menjadi pemanfaat anggaran?, (4) Siapa yang memutuskan alokasi anggaran?, dan (5) Siapa yang harus mengawasi anggaran?. Mari kita liat beberapa praktik pengelolaan anggaran didaerah.
Anggaran sejatinya adalah milik rakyat karena diperoleh dari (salah satunya) hasil pajak yang notabene dibayar oleh rakyat sejak bangun tidur sampai tidur kembali rakyat membayar pajak bahkan di kota kota besar sampai mati masih tetap membayar pajak dalam bentuk retribusi pekuburan. Lalu anggaran yang telah dimandatkan kepada pemerintah untuk dikelola ini apakah benar-benar kembali kepada rakyat sebagaimana tujuan dari distribusi dan pengelolaan anggaran itu sendiri, faktanya anggaran hanya menjadi “kuasa” para oknum elit di pemerintahan daerah, kita menyaksikan beberapa loby-loby anggaran hanya melahirkan proyek-proyek fisik yang tidak dinikmati oleh rakyat kalaupun dibuat atas nama rakyat terjadi banyak praktik korupsi didalamnya sehingga memperpendek dan menghilangkan fungsi dari infrastruktur yang dibangun. Alih-alih membangun infrastruktur yang secara langsung menjawab kebutuhan rakyat kecil, anggaran justru digunakan untuk membiayai proyek-proyek mercusuar” yang notabene menjadi ajang prestise kepala daerah agar dikenang sebagai pihak yang membangun monument A, monument B yang kadangkala dibangun dengan label-label spiritual. Kondisi ini diperparah dengan lemahnya pengawasan anggaran oleh pihak-pihak yang berwenang. Pada akhirnya rakyat hanya menjadi penonton atas anggaran yang melimpah namun tak jua mampu dinikmati.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa, dimana desa-desa memiliki alokasi anggaran yang cukup besar dari APBN maupun APBD, 3 tahun berlakunya Undang-undang ini, belum menampakkan distribusi kesejahteraan sebagaimana yang diharapkan. Minimnya pengalaman dalam menyusun perencanaan dan penganggaran yang berbasis kebutuhan khususnya pembangunan manusia menyebabkan anggaran menguap pada proyek pembangunan infrastruktur desa yang tidak membawa kesejahteraan. Maka lahirlah proyek pembangunan gedung-gedung “mewah” diesa yang lebih banyak “nganggur” ketimbang digunakan oleh rakyat desa. Nah, kalau sudah seperti ini, Anggaran sebenarnya untuk siapa?
Tentu saja kondisi ini tidak bisa terus dibiarkan dan rakyat selamanya menjadi pihak yang dirugikan. Ada beberapa hal yang bisa didorong bersama oleh elemen masyarakat dan stakeholders lainnya; (1) kembalikan hak rakyat/masyarakat sebagai pemilik anggaran dengan pelibatan rakyat dalam proses perencanaan, pengelolaan dan pengawasan anggaran dalam bentuk regulasi dari level dan aksi nyata dari level desa dan seterusnya, (2) perkuat kapasitas rakyat dan pemerintah untuk terlibat bersama dalam forum-forum perencanaan, pengelolaan dan pengawasan, (3) meningkatkan komitmen untuk mengelola anggaran secara transparan dan akuntabel melalui peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Poin ketiga tentu saja menjadi ganjil bagi mereka yang memisahkan urusan dunia dan agama, tetapi dari sependek pengalaman saya bergelut dalam praktik advokasi kebijakan dan anggaran, saya mengambil kesimpulan bahwa segala sesuatu yang telah diatur tanpa ada komitmen yang kuat dari berbagai pihak maka akan sulit terwujud. Dan sebagai seorang yang beragama tentu kita percaya bahwa kejujuran lahir dari percaya bahwa Tuhan Maha Mellihat dan Dia senantiasa menjadi pengawas yang senantiasa ada disaat sunyi ataupun keramaian.

Rabu, 21 September 2016

Sekilas Info Wisata Alam Sulawesi Tenggara

Diving di Pantai Lemo Kabupaten Buton Utara

'Diving di Laut Pantai Lemo-Buton Utara Murah dan Sehat' Jika ada dari Kota Kendari atau Kota Baubau hanya dengan Rp.1.250.000/orang anda sudah bisa berlibur 3 hari (termasuk transportasi dan akomodasi)dan Rp.3.700.000 untuk 3-4 orang (termasuk transportasi dan akomodasi).
Bagi anda yang ingin belajar menyelam atau penyelam pemula yang ingin menikmati keindahan bawah laut yang masih terjaga kelestariannya, anda bisa berkunjung ke Buton Utara Sulawesi Tenggara. Anda akan menyelam dilaut dengan kedalaman sedang namun panoramanya luar biasa. Tempatnya tidak jauh dari rumah penduduk, disepanjang pantai kita bisa menikmati masakan khas masyarakat Buton Utara; Kasuami (ubi parut dicampur kelapa setengah tua yg diparut dan dikukus, berbentuk kerucut) dan ikan bakar segar yang dibakar ibu-ibu yang menunggu suami membawa hasil tangkapan dipinggir pantai. Bara api telah disiapkan untuk membakar ikan segar dari laut. Ikan bakar segar dan kasuami ditemani sambal mentah 'colo-colo' yang bahannya juga tersedia disepanjang pantai. Selain wisata diving dan beberapa wisata pantai, juga ke permandian air payau serta mengunjungi situs sejarah kerajaan Buton (Kulisusu) berupa benteng, makam raja-raja dan para bangsawan, baruga (tempat pertemuan), dll. Penasaran?? Ayo ke Buton Utara. (09122012)


Pantai Napabale Kabupaten Muna

Panorama Laut diantara Pulau Muna dan Pulau Buton...

Wisata pantai lain di Sulawesi Tenggara adalah Pantai Napabale di Pulau Muna (Kab. Muna).  Selain panorama pantainya, kita juga bisa menikmati lautan kecil yang terpisah dengan lautan luas seperti kolam raksasa, untuk menuju laut besar bisa melalui terowongan yang dapat dilalui dengan perahu sampan kecil. Pasti Seru. Atau kita juga bisa menempuh lewat jalur darat melalui hutan tropis khas Pulau Muna. Berjalan kaki sekitar satu jam, bagi anda yang mencitai alam dan tantangan ini pasti lebih seru.
Untuk menuju ke Pantai Napabale dari Kota Kendari kita dapat menempuh jalur laut via speed boat atau via kapal ferry. Perjalanan dengan speedboat ditempuh selama kurang lebih 3 jam, sedangkan dengan kapal ferry sekitar 7 jam. Pantai ini dapat ditempuh sekitar satu jam dari Kota Raha (ibu Kota Kab. Muna) dengan menggunakan kendaraan umum (angkutan umum) atau motor (ojek).
Untuk sampai ke Pantai Napabale, kita tidak perlu keluarkan biaya yang sangat mahal, dijamin murah.
Berminat? Kami tunggu!
(05052011)

Pantai Membuku Kabupaten Buton Utara

 Jaring Ikan milik Nelayan di Pantai Membuku, Buton Utara Sultra

Barangkali kita selalu mencari wisata pantai yang murah, meriah dan penuh tantangan. Sulawesi Tenggara termasuk daerah yang memiliki wilayah kabupaten/kota yang terbentang diwilayah daratan dan kepulauan. Tentu saja wilayah itu kaya dengan wisata pantai yang murah, mudah dan masih terjaga kelestariannya dengan hamparan pantai dan pasir putih yang bersih, birunya laut dan tentu taman laut yang terkenal. Sebut saja Kab. Wakatobi yang sudah tersohor di kancah nasional dan manca negara. Bukan hanya Wakatobi, Kab. Buton Utara punya banyak pantai yang sangat eksotis, seperti Pantai Membuku di Buton Utara, Pantai Nirwana di Kota Bau-Bau, Pantai Napabale di Pulau Muna, Pantai Batu Gong di Kab. Konawe dan masih banyak lainnya.

Untuk sampai ke tempat-tempat wisata tadi tidak perlu susah apalagi sampai harus bayar ongkos mahal. Kami menawarkan perjalanan wisata yang murah, penuh tantangan dan pasti seru. 'Banyak jalan menuju Roma' kami menawarkan 'banyak jalan' itu. yang pasti dijamin murah dan lebih merakyat dan tentu saja sehat.

Untuk informasi bisa menghubungi kami lebih lanjut. (04052011)

Menjelajahi Alam dan Situs di Pulau Kabaena

Tim Building Rumpun Perempuan Sultra (RPS) Kendari

“Kabaena kampo tangkeno,
Papan Nama Desa Tangkeno di Depan Gerbang Desa
kampo da moico hawano,
damoico tetodoa

(Kabaena kampung yang bergunung-gunung,
kampung yang sejuk udaranya,
kampung yang baik untuk dihuni)”.  

Demikian sebait lagu yang menemani tim Rumpun Perempuan Sultra (RPS) dalam perjalanan dari Desa Batuawu, Kecamatan Kabaena Selatan menuju Desa Wisata Tangkeno di Kecamatan Kabaena Tengah, Kabupaten Bombana. Untuk mencapai Desa Wisata Tangkeno, kami melewati 5 desa, dari pelabuhan di Desa Batuawu. Mobil yang kami tumpangi terus melaju menjejaki jalan berliku dan menanjak. Sampai di Desa Tirongkotu’a, udara sejuk sudah terasa di tengah sinar mentari pagi menjelang siang.

Perjalanan kali ini menjadi perjalanan wisata yang tidak biasa, karena perjalanan ini adalah kegiatan tim building RPS. RPS adalah salah satu mitra Yayasan BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia) dalam program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan). Melalui kerjasama dengan Yayasan BaKTI dalam Program MAMPU, RPS mendapat kesempatan untuk melaksanakan tim building, yang bertujuan  : (1) meningkatkan motivasi kerja serta kekompakan staf program/lembaga dalam menjalankan tugas masing-masing, dan (2) meningkatkan kemampuan leadership staf program/lembaga.

Kegiatan tim building dikemas dalam bentuk outbond. Perjalanan dimulai dari Kota Kendari, ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara, mengendarai mobil selama 3,5 jam ke Kasipute Kab. Bombana. Perjalanan dilanjutkan menggunakan kapal speedboat menuju pelabuhan Desa Batuawu. Selanjutnya, menuju Desa Wisata Tangkeno di Kecamatan Kabaena Tengah.

Tangkeno, Desa Wisata di Kabupaten Bombana
Desa Tangkeno terletak di lereng Gunung Sabampolulu, salah satu gunung tertinggi di Sulawesi Tenggara. Oleh karenanya tidak heran jika bentuk topografi dari desa Tangkeno berbukit-bukit. Desa Tangkeno adalah desa pemekaran dari desa Enano tahun 1997. Awal pemekarannya, Desa Tangkeno bernama Desa Enano di Tangkeno sementara desa Induk bernama desa Tangkeno di Enano. Bagi masyarakat Tokotua/Kabaena, nama kedua desa tersebut sedikit ganjil karena perkampungan warga desa Tangkeno lebih dikenal sebagai Kampung Enano dan sebaliknya perkampungan warga desa Enano dikenal dengan kampung Tangkeno. Tahun 2012 barulah nama kedua desa tersebut diubah berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No.18 tahun 2012 tentang perubahan nama beberapa desa dalam wilayah Kabupaten Bombana. Tanggal 16 Mei 2013 Desa Tangkeno ditetapkan sebagai desa wisata di Kabupaten Bombana oleh Bupati Bombana. Penetapan Desa Tangkeno sebagai desa wisata berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 213 Tahun 2013 tentang Desa Tangkeno sebagai desa wisata Kabupaten Bombana. Penetapan Desa Tangkeno sebagai desa wisata Kabupaten Bombana tentu berdasarkan potensi wisata yang dimiliki mulai dari wisata alam, wisata budaya, dan wisata sejarah.(www.tangkeno.com).

Tangkeno menarik untuk dikunjungi karena desa ini menawarkan keindahan panorama pegunungan yang sejuk dan indah yang berada di kaki gunung Sabampolulu pada ketinggian 1500 di atas permukaan laut. Tangkeno menawarkan wisata sejarah, sebagai kampung tertua dan pertama di pulau Kabaena yang dihuni oleh etnis Moronene Kabaena dengan beberapa peninggalan situs sejarah, berupa benteng pertahanan dan jejak-jejak purbakala seperti batu berbentuk lesung di permandian air terjun. Budaya dan seni tradisi yang masih terjaga juga menjadi hal menarik untuk dikunjungi.

Setelah ditetapkan menjadi desa wisata, selanjutnya pemerintah daerah membangun fasilitas pendukung Desa Wisata. Hal menarik dalam pembangunan Desa Wisata ini, pemerintah daerah melibatkan partisipasi masyarakat. Melalui serangkaian pelatihan, masyarakat dilatih menjadi masyarakat ramah wisata, menyambut wisatawan dengan senyum, menyiapkan rumah-rumah mereka sebagai homestay bagi wisatawan, menyediakan kuliner khas Desa Tangkeno dan menjadi guide yang selalu siap mengantar wisatawan mengelilingi situs wisata di Desa Tangkeno.

Untuk menuju Desa Wisata Tangkeno, dari Provinsi Sulawesi Tenggara kami menuju Kab. Bombana, dan harus menginap di ibukota Kabupaten Bombana, kemudian melanjutkan perjalanan keesokan harinya karna mengikuti jadwal kapal speedboat yang berangkat pagi hari pukul 07.30 pagi. Namun, para wisatawan bisa juga memilih untuk berangkat pagi dari Kendari dan mendapatkan kapal penumpang (kapal kayu) regular yang berangkat setiap hari pukul 10.00.
Bantea Pogurua (Rumah Belajar) untuk kegiatan indoor
Perjalanan panjang dan melelahkan dari pelabuhan Kasipute ke Desa Tangkeno terbayar dengan indahnya pemandangan laut dan desa-desa sepanjang perjalanan. Wangi cengkeh yang sedang dijemur di sepanjang jalan menuju Desa Tangkeno menambah semerbak suasana perjalanan. Sampai di Desa Tangkeno kami disambut oleh Kepala Desa Tangkeno Bapak Abdul Asis. Sambutan selamat datang dengan penuh keramahan dilengkapi sajian ayam kampung bakar yang telah disajikan oleh istri kepala Desa Tangkeno.
Desa Tangkeno tidak hanya menjadi tempat wisata, berbagai jenis kegiatan bisa dilaksanakan ditempat ini, dengan dukungan fasilitas yang telah disediakan oleh pemerintah desa dan pemerintah daerah baik untuk kegiatan indoor maupun outdoor.

Untuk kegiatan indoor di Desa Tangkeno terdapat fasilitas seperti balai desa, tribun/panggung kecil di pinggir lapangan desa, dan balai besar di tengah hall. Tempat lain yang bisa digunakan dalam kegiatan indoor adalah rumah belajar (bantea pogurua) yang dibangun menyerupai rumah adat khas Suku Moronene Kabaena berbentuk rumah panggung dengan dinding setinggi lutut orang dewasa membuat ruangan ini bebas gerak sehingga cocok untuk tempat diskusi atau kegiatan indoor lainnya. Dinding yang dibiarkan terbuka memang disediakan untuk memandangi kemolekan gunung Sangia Wita.

Selain itu juga terdapat fasilitas untuk kegiatan outdoor di antaranya terdapat lapangan desa, halaman balai desa dan sebuah hall. Hall adalah sebuah lapangan terbuka yang telah dibangun menyerupai stadion sepak bola namun dilengkapi helipad di tengah stadion.

Dalam outbound ini, RPS mengajak ibu-ibu warga Desa Tangkeno untuk ikut dalam kegiatan. Kegiatan hari pertama (5 Agustus 2015) menggunakan hall, kegiatan dimulai dengan perkenalan, menggunakan Metode Zap Zip Zap permainan ini juga bermakna dalam memperat peserta outbond satu sama lain selanjutnya peserta dibagi menjadi 2 kelompok. Dilanjutkan dengan beberapa permainan dalam outbond : (1) tangan silang dalam kelompok dengan menggunakan tali raffia, permainan ini bermakna kerja sama. (2) tim tali spiderman dengan menggunakan tali raffia, bermakna kepemimpinan dan diakhiri dengan, (3) permainan tali borgol dengan menggunakan tali raffia, diharapkan permainan ini menambah kreatifitas dalam penyelesaian masalah. Permainan semakin seru diselingi dengan ice breaking dalam bentuk gerak dan lagu; Marina Menari diatas Menara, Angin Bertiup dan lagu-lagu serta yel-yel kreasi masing-masing kelompok. Ice breaking juga melatih konsentrasi peserta, merefresh peserta dan  mencairkan suasana.
Suasana Tim Building RPS bersama warga Desa
Permainan dilanjutkan di lapangan desa. Desa ini memang mempunyai lapangan desa yang dilengkapi tribun sederhana. Di tribun ini, tim building RPS memainkan beberapa permainan untuk membangun kecepatan berpikir dan pengambilan keputusan melalui studi kasus dalam bentuk cerita teka-teki. Ditemani lagu papa tome papa dan gerak tangan berputar didepan dada, badan yang sedikit merunduk lalu ditegakkan dan sebaliknya, dengan ritme pelan hingga cepat, dan sebaiknya, ditambah lagi dengan permainan tugu pancoran, lampu merah dan bunga matahari menambah seru permainan dalam tim building.

Ibu Nurlia salah satu peserta dari Desa Tangkeno yang juga Ketua Tim Penggerak PKK Desa Tangkeno, menyambut baik kegiatan ini dan menyatakan bahwa ; ”Meski kegiatan ini hanya berupa permainan tapi sebenarnya mengandung banyak makna dan kami bisa belajar banyak hal dari permainan ini. semoga RPS bisa berkunjung kembali ke Desa Tangkeno”.

Kegiatan outbond dilanjutkan dihari kedua (6 Agustus 2015) yang dilaksanakan di halaman kantor kepala desa. Rangkaian kegiatan/permainan yang dilakoni terdiri dari Estafet  Bola Pingpong dan Estafet Tepung Terigu, kedua permainan ini bermakna Kerja sama, kecepatan, melatih keseimbangan, dan ketepatan waktu. Diakhiri dengan permainan Pipa Bocor untuk Melatih kerja sama tim, berani menghadapi resiko, keyakinan yang tinggi dalam menghadapi tantangan.

Peserta dengan penuh semangat dan riang gembira mengikuti kegiatan. Kegiatan ini tidak hanya merefresh kerja otak, namun fisik juga menjadi lebih rileks dan sehat. Sitti Hermin Tahir salah satu staf RPS dengan penuh semangat menyatakan bahwa : “Tim building dalam bentuk outbond yang dirangkaikan dengan rekreasi memberi nilai dan semangat baru bagi saya dan hal ini perlu dilakukan setiap tahun agar selalu ada penyegaran”.

Mengunjungi Situs dan Kuliner
Setelah kegiatan selesai dilanjutkan dengan foto bersama dengan seluruh peserta out bond, sebelum rangkaian kegiatan ditutup lalu dilanjutkan dengan kunjungan wisata ke situs-situs wisata Desa Tangkeno, seperti Benteng Tuntutari, sebuah benteng peninggalan kerajaan Tokotu’a (Kabaena) yang dibangun untuk memantau musuh dan juga sebagai pertahanan kerajaan.

Perjalanan dilanjutkan dengan wisata kuliner, melihat langsung proses pembuatan gula aren (gula merah) secara tradisional, dan juga pembuatan penganan khas Desa Tangkeno (Kabaena) berupa gula kelapa yang terbuat dari kelapa muda dan gula merah yang dibungkus dengan kulit jagung.

Pulau Sagori
Hari ketiga (7 Agustus 2015) rombongan RPS berangkat ke Desa Pongkalaero, dilanjutkan dengan penyeberangan ke Pulau Wakao dan Pulau Sagori. Pulau Wakao adalah pulau yang terdapat di Laut Kabaena dan juga Selat Makassar. Pulau ini tanpa penghuni dengan pasir putih dan air laut yang bening sebening embun pagi yang menemani tim RPS dalam perjalanan menuju pulau Wakao. Pulau Sagori tidak kalah cantik dengan pulau Wakao, pulau ini dihuni oleh masyarakat Suku Bajo. Pulau kecil di lautan lepas dengan pepohonan yang rindang dan pasir putih di tengah lautan.

Perjalanan tim building semakin lengkap dengan kunjungan ke dua pulau tersebut. Sehingga tim RPS menyebutnya perjalanan gunung dan laut. Maryce A. Walukou staf Administrasi Rumpun Perempuan Sultra mengapresiasi kegiatan ini ; “Penting bagi staf RPS untuk sejenak meninggalkan rutinitas bersama di kantor dan melakukan rutinitas di luar kantor dengan kegiatan seperti ini”.

Tulisan ini pernah dimuat 
di Bulletin BaKTI MAMPU Edisi117 (September-Oktober 2015)

Sabtu, 10 September 2016

Perubahan Iklim dan Ancaman Ketersediaan Air Bersih Di Sulawesi Tenggara


Perubahan iklim Global
Dalam beberapa dekade perubahan iklim semakin menimbulkan dampak yang pada iklim global. Sebagian wilayah dunia yang kini lebih hangat, dahulunya merupakan wilayah yang tertutupi oleh es, dan beberapa abad terakhir ini, suhu rata-rata telah naik turun secara musiman, sebagai akibat fluktuasi radiasi matahari, misalnya, atau akibat letusan gunung berapi secara berkala. Namun, saat ini perubahan iklim yang ada dan yang akan datang dapat disebabkan bukan hanya oleh peristiwa alam melainkan lebih karena berbagai aktivitas manusia. Kemajuan pesat pembangunan ekonomi kita memberikan dampak yang serius terhadap iklim dunia, antara lain lewat pembakaran secara besar-besaran batu bara, minyak, serta pembabatan hutan. 
Kerusakannya terutama terjadi melalui produksi ‘gas rumah kaca’. Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat aktivitas manusia. Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Gas-gas itu memungkinkan sinar matahari menembus atmosfer bumi sehingga menghangatkan bumi, tetapi gas-gas ini mencegah pemantulan kembali sebagian udara panas ke ruang angkasa sehingga panas kembali ke bumi. 
UNDP Indonesia dalam policy Brief-nya menyebutkan bahwa aktivitas Negara-negara dunia dalam membuang gas-gas semakin tinggi, tidak hanya Negara maju Negara berkembag kini telah ikut berkontribusi dalam meningkatkan efek gas rumah kaca, salah satunya dari aktivitas penggunaan kendaraan yang menggunakan bahan bakar fosil.
Masalahnya menjadi lebih parah karena kita sudah banyak kehilangan pohon yang dapat menyerap karbon dioksida. Brazil, Indonesia, dan banyak negara lain sudah menggunduli jutaan hektar hutan dan merusak lahan rawa. Tindakan ini tidak saja menghasilkan karbon dioksida dengan terbakarnya pohon dan vegetasi lain atau dengan mengeringnya gambut di daerah rawa, tetapi juga mengurangi jumlah pohon dan tanaman yang menggunakan karbon dioksida dalam fotosintesis – yang dapat berfungsi sebagai ‘rosotan’ (sinks) karbon, suatu proses yang disebut sebagai ‘penyerapan’ (sequestration). Kehancuran hutan Indonesia berlangsung makin cepat saja – yaitu dari 600.000 hektar per tahun pada tahun 1980an menjadi sekitar 1.6 juta hektar per tahun di penghujung tahun 1990an. Akibatnya, tutupan hutan menurun secara tajam – dari 129 juta hektar pada tahun 1990 menjadi 82 juta di tahun 2000, dan diproyeksikan menjadi 68 juta hektar di tahun 2008, sehingga kini setiap tahun Indonesia semakin mengalami penurunan daya serap karbon dioksida. Dengan meningkatnya emisi dan berkurangnya penyerapan, tingkat gas rumah kaca di atmosfer kini menjadi lebih tinggi ketimbang yang pernah terjadi di dalam catatan sejarah. Badan dunia yang bertugas memonitor isu ini Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) telah memperkirakan bahwa antara tahun 1750 dan 2005 konsentrasi karbon dioksida di atmosfer meningkat dari sekitar 280 ppm (parts per million) menjadi 379 ppm per tahun dan sejak itu terus meningkat dengan kecepatan 1,9 ppm per tahun. Akibatnya, pada tahun 2100 nanti suhu global dapat naik antara 1,8 hingga 2,9 derajat.

Indonesia dan Perubahan Iklim

Masalah perubahan iklim di Indonesia ada beberapa yang diperkirakan akan memberikan dampak yang sangat signifikan adalah: 

Perubahan Musim dan Curah Hujan yang lebih tinggi
Indonesia mengalami perubahan musim dengan makin seringnya hujan yang tidak menentu dengan kenaikan curah hujan 2-3 persen per tahun, serta musim hujan yang lebih pendek (lebih sedikit jumlah hari hujan dalam setahun), yang menyebabkan resiko banjir meningkat secara signifikan. 
Kenaikan temperatur/suhu udara.
Temperatur rata-rata tahunan di Indonesia telah mengalami kenaikan 0.3oC (pengamatan sejak 1990). Tahun 1998 merupakan tahun terpanas dalam abad ini, dengan kenaikan hampir 1oC (di atas rata-rata dari tahun 1961 – 1990). Ini akan mengubah pola-pola vegetasi, dan juga penyebaran serangga seperti nyamuk yang akan mampu bertahan di wilayah-wilayah yang sebelumnya terlalu dingin untuk perkembangbiakan mereka. 
Kenaikan permukaan air laut.
Sebagai akibat dari muainya air laut dan melelehnya gletser dan lapisan es di kutub, pemanasan global dapat menyebabkan naiknya muka air laut antara 9 hingga100 cm. Kenaikan ini akan mempercepat erosi di wilayah pesisir, memicu intrusi air laut ke air tanah, merusak lahan rawa di pesisir, dan menenggelamkan pulau-pulau kecil. 
Kenaikan Suhu Air Laut 
Air laut yang lebih hangat dapat mencegah perkembangbiakan plankton dan mengurangi ketersediaan makanan ikan. Suhu lebih tinggi juga dapat merusak atau ‘memutihkan’ terumbu karang. 
Ketahanan pangan.
Perubahan iklim akan mengubah curah hujan, penguapan, limpasan air, dan kelembapan tanah; yang akan mempengaruhi produktivitas pertanian. Kesuburan tanah akan berkurung 2-8 persen dalam jangka panjang, yang akan berakibat pada penurunan produksi tahunan padi sebesar 4 persen, kedelai sebesar 10 persen, dan jagung sebesar 50 persen.

Perubahan musim dan curah hujan mempengaruhi keseimbangan air lingkungan dan suplai air minum/ari bersih. Air sangat penting bagi kesehatan dan kualitas  manusia dan memnuhi kebutuhan pangan, energy dan bahan baku. Air bersih tidak hanya dibutuhkan bagi individu manusia tetapi lingkungan tempat manusia hidup, berkembang da berinteraksi. Dengan adanya penggundulan hutan dan aktivitas yang merusak lingkungan juga berpengaruh terhadaps uplay air bersih yang tersedia dimasyarakat. Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan manusia, kondisi ekonomi dan jika tidak dibenahi dikemudian hari dapat menjadi konflik. Pada tahun 2013, dari sekitar dua ratus jutaan orang Indonesia, hanya 20% yang memiliki akses ke air bersih. Sebagian besar berada di daerah perkotaan. Adapun sisanya, atau sekitar 80% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi air yang tidak layak untuk kesehatan.
Setiap musim kemarau, selalu muncul masalah kekeringan yang melanda Indonesia. salah satu provinsi yang mengalami kekeringan pada satu bulan terakhir adalah Jawa Tengah. Kabupaten yang mengalami kekeringan antara lain Banjarnegara, Blora, Boyolali, Demak, Grobogan, Pati, Purbalingga, Temanggung, dan Kabupaten Wonogiri. Kekeringan ini bahkan sering terjadi pada kemarau normal untuk beberapa daerah seperti nusa tenggara. 
 Ancaman Kekeringan dan kelanggakan air bersih di Sulawesi Tenggara

Fenomena kelangkaan air bersih sebagai pengaruh perubahan iklim juga mulai dirasakan oleh masyarakat di Sulawesi Tenggara. Sebuah catatan tentang ancaman krisis air bersih di Sulawesi Tenggara dirangkum dari beberapa publikasi media di Sulawesi Tenggara oleh tim bloger seputarkendari.blogspot.co.id menyebutkan bahwa ancaman ketersedian air bersih sudah dirasakan oleh mansyarakat. Apalagi pelayanan air bersih diperkotaan. Berikut ringkasan catatan tersebut.
Kurang Lebih 29.000 Kepala Keluarga (KK) Warga Sulawesi Tenggara terancam krisis air bersih jika tidak ditangani dengan segera oleh pihak-pihak yang terkait. Wilayah yang mengalami krisis air bersih tersebar di 7 Kabupaten /Kota yakni Konawe Kecamatan Abuki, Kota Kendari Kecamatan Abeli dan Kecamatan Baruga, Kabupaten Buton Utara di Kecamatan Bonegunu dan Kalususu, Kabupaten Buton Selatan Kecamatan Kadatua, Kabupaten Muna Kawasan Pesisir Morabo, Kabupaten Kolaka seluruh wilayah, dan Konawe Utara Di Kecamatan Motui.
Berikut hasil klasifikasi tim sekilas kendari terkait permasalahan air bersih di Sulawesi Tenggara : 
Pelayanan PDAM
Pertama, Sebesar 7.000 pelanggan PDAM Kolaka terancam tidak mendapatkan air bersih lantaran sumber air untuk warga mengalami kekeringan. PDAM tentunya perlu memikirkan sumber air bersih lain untuk mengantisipasi krisis air bersih di Kolaka
Kedua, PDAM tidak mampu memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat di Kota Kendari, karena beberapa faktor seperti sumber air yang buruk, selain itu karena faktor sumber air bersih juga dipengaruhi oleh menagemen yang salah seperi kebocoran pipa, pencurian air dan permainan oknum PDAM. Dampaknya 18.789 Pelanggan PDAM Kendari yang membeli mahal air seharga Rp. 10.180 per meter kubik kadang mendapatkan air bersih dan kadang juga tidak. Yang lebih miris lagi adalah kerugian yang dialami PDAM mencapai 2,1 Milliar setiap bulannya. Pelayanan tidak maksimal yang berdampak kepada warga dan uang yang seharusnya menjadi APBD hilang begitu saja. (Berbagai sumber)
Fasilitas Air bersih tidak ada
Pertama, Krisis air bersih yang melanda sehingga warga membangun sumur gali di Desa Lipu, Kecamatan Kadatua, Kabupaten Buton Selatan (RS 04/11/2015)
Kedua, Warga hanya mengandalkan air bersih dari dalam gua yang jaraknya kurang lebih 3 Kilometer dari Kampung mengakibatkan 300 KK kekurangan air bersih di Pesisir Morabo, Kabupaten Muna (RS 23/10/2015)
Sumber air bersih Kekeringan
Pertama, Sumur tempat warga mengambil air bersih mengalami kekeringan, sehingga banyak warga terserang diare dan penyakit kulit karena menggunakan air yang kurang bersih di Kecamatan Bonegunu dan Kalususu, Buton Utara (RS Oktober 2015)
Kedua, Sumur bor yang sudah dianggarkan APBD tidak menghasilkan air bersih sehingga kekurangan air di Kecamatan Matui, Konawe Utara (RS 25/10/2015)
Ketiga, Ribuan Warga kekuarangan air bersih untuk kebutuhan MCK harian. Sumur dan Air Gunung sebagai sumber air bersih warga mengalami kekeringan di Kecamatan Abuki, Konawe (RS 08/10/2015)
Perempuan dan kebutuhan air bersih

Dari informasi tersebut ancaman krisis air bersih sudah menjadi hal yang memprihatinkan. Namun, krisis air ini sering dianggap bukan permasalahan yang krusial, padahal permasalahan krisis air ini memiliki potensi konflik yang luar biasa di masa mendatang.  
Tindakan pengendalian untuk mengatasi masalah krisis air juga masih dilakukan dengan pendekatan simptomatik dengan gaya instan. Ketika kekeringan terjadi, maka penyelesaiannya hanya dengan distribusi air bersih melalui tangki air, penyediaan pompa, pembiaran air dan perbaikan jaringan irigasi. Gaya pendekatan seperti ini sebenarnya tidak menyentuh pada akar permasalahan secara menyeluruh. Sebaliknya masalah yang dihadapi akan muncul secara berulang-ulang dan dalam intensitas yang semakin meningkat. Oleh karena itu perlu di memetakan kondisi ketersediaan sumber-sumber air bersih, misalnya kondisi daerah aliran sungai.
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu megasistem kompleks yang dibangun atas sistem fisik (physical systems), sistem biologis (biological systems) dan sistem manusia (human systems) yang saling terkait dan berinteraksi satu sama lain. Tiap komponen dalam sistem/sub sistemnya memiliki sifat yang khas dan keberadaannya berhubungan dengan komponen lain membentuk kesatuan sistem ekologis (ekosistem). Dengan demikian jika terdapat gangguan atau ketidakseimbangan pada salah satu komponen maka akan memiliki dampak berantai terhadap komponen lainnya.
Pengertian DAS sendiri dapat dipahami tidak hanya dari sudut pandang fisik tetapi juga dari sudut pandang institusi. Menurut Kartodihardjo, dkk, 2004), secara fisik DAS didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah yang dibatasi secara alamiah oleh punggung bukit yang menerima dan mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui sungai utama dan keluar pada satu titik outlet. Batasan tersebut menunjukkan bahwa di dalam DAS terdapat wilayah yang berfungsi menampung dan meresapkan air (wilayah hulu) dan wilayah tempat air hampir berakhir mengalir (wilayah hilir). Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa perbedaan karakteristik fisik tersebut, ditentukan oleh dua faktor yakni:
a.  Lahan (ground factors, seperti topografi, tanah, geologi dan geomorfologi) dan
b. Vegetasi dan penggunaan lahan.
Berdasarkan sifat-sifat biofisik DAS itu serta didukung oleh berbagai faktor yang kompleks tersebut, terutama oleh aktifitas penduduk di dalamnya, maka kualitas output ekosistem dalam DAS akan sangat terpengaruh. Kualitas ekosistem tersebut secara fisik terlihat dari besar erosi, aliran permukaan, sedimentasi, fluktuasi debit dan produktifitas lahan.
Menurut Kartodihardjo (2004) menjelaskan bahwa tujuan dari pengelolaan DAS secara biofisik antara lain:
a.  Terjaminnya penggunaan sumberdaya alam yang lestari.
b.   Tercapainya keseimbangan ekologis lingkungan sebagai sistem penyangga kehidupan.
c.   Terjaminnya jumlah dan kualitas air yang baik sepanjang tahun.
d.  Terkendalinya aliran permukaan dan banjir.
e.  Terkendalinya erosi tanah dan proses degradasi lahan lainnya.
Divisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan mendaftar beberapa lingkup sebagai bagian dari Pembangunan Berkelanjutan: dan hampir sebagian besar di antaranya terkait dengan sumberdaya yang terdapat dalam sebuah DAS, di antaranya Pertanian; Atmosfir; Keanekaragaman Hayati; Pengembangan Kapasitas; Perubahan Iklim; Pola Konsumsi dan Produksi; Demografi; Pengurangan dan Manajemen Bencana; Hutan; Air Segar; Tempat tinggal; Pembuatan Keputusan yang terintegrasi; Pengaturan Institusional; Manajemen lahan; Gunung;; Kemisinan; Air, dan lain-lain.
Untuk itu pengelolaan DAS perlu menganut prinsip keterpaduan “satu sistem perencanaan dalam satu Daerah Aliran Sungai” (one river one plan one management). Kesesuaian DAS sebagai basis pembangunan wilayah telah diuraikan terkait dengan pemahaman DAS sebagai stock/jasa dan komoditas. Begitu pula pemahaman bahwa perlu diciptakan mekanisme untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya alam sesuai kepentingan umum.


Mendorong Peningkatan Akses dan Pencegahan krisis air bersih
Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim atas ketersediaan air bersih yang semakin menipis dan mengancam kehidupan manusia, perlu di mendorong tindakan dan kebijakan strategis, sebagai berikut  :
  • Perlu adanya pengkajian mendalam terhadap sumber-sumber air bersih potensial di DAS dan kondisinya saat ini, permasalahan DAS dan juga permasalahan pengelolaan air bersih, sebagai dasar untuk melihat cadangan sumber-sumber air bersih. Demikian pula sumber air tanah lainnya.
  • Perlu pendekatan terpadu dalam menjaga dan mengelola sumber-sumber air bersih dengan melibatkan stakeholders ; eksektuif, legislative, perguruan tinggi, BUMD/PDAM, LSM dan masyarakat sebagai pengguna air bersih maupun masyarakat disekitar sumber air bersih disepanjang DAS atau dari hulu ke hilir. Salah satu hal yang perlu dilakukan adalah pemberian jasa lingkungan terhadap masyarakat penjaga hutan di sekitar DAS terutama di hulu. Pendekatan terpadu pengelolaan air bersih maka perlu didorong upaya Reformasi Rekayasa dan Kekaryaan PDAM. Menurut UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, juga berpeluang hadir dan menjadi opsi air bersih untuk warga. 
  • Dalam jangka pendek perlu mendorong tindakan-tindakan pencegahan maupun mengatasi kekurangan air bersih dengan : Membuat daerah resapan air, Membuat Biopori, dll. Mengurangi aktivitas-aktivitas yang dapat mempengaruhi dan memperparah kondisi gas rumah kaca yang akan mempengaruhi ketersediaan sumber-sumber air berih. 
  • Mendorong lahirnya peraturan daerah tentang kebijakan terpadu tentang penyediaan air bersih dan pengelolaanya mulai dari hulu ke hilir dengan memperhatikan keberlanjutan daerah aliran sungai (DAS) sebagai sumber air bersih di Sulawesi Tenggara. Kebijakan ini tidak hanya melibatkan satu wilayah administrative di sebuah kabupaten/kota namun melintasi batas wilayah administratif.